Pasangkayu- Pekerjaan pergantian jembatan trans Sulawesi Ujug Baru-Wulai di Desa Wulai, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar). Itu sungguh menggembirakan bagi masyarakat karena bisa mendukung kelancaran perputaran ekonomi mereka.
Namun kegembiraan masyarakat Wulai atas dibangunnya jembatan tiba-tiba saja sirna, karena pihak penyedia jasa, CV Cakra Mas, pada proyek dengan nilai kotrak, Rp. 13. 970.973.000, menerapkan paket super hemat dalam pelaksanaan pekerjaannya.
Masyarakat secara lansung dan nyata melihat bahwa material berupa pasir, kerikil apalagi air semua diambil dari lokasi seputar pembangunan jembatan. Itu semua gratis.
Atas pengambilan material dari sungai di seputaran pembangunan jembatan Wulai, Kepala Desa (Kades), Sahabuddin, ditemui Selasa (29/11/2022)
Lanjut, Sahabuddin, katakan bahwa itu diketahui dan dilihatnya sendiri.
Menurutnya pihak Pemerintah Desa (Pemdes), nilai itu boleh saja untuk kepentingan umum, mungkin berupa timbunan dalam pembangunan jembatan. Namun tetap harus memperhatikan aspek lingkungan, tidak melakukan perusakan atas sungai tersebut.
Sisi lain yang cukup menguatkan bahwa pihak penyedia jasa memang menerapkan paket super hemat, karena campuran kerikil dan pasir yang digali dari sungai sekitar pembangunan jembatan, selain digunakan untuk menimbun pembuatan talud dan timbunan, krikil dan pasir ini juga dijadikan material utama dalam pengecoran pembuatan pangkal jembatan (abutment). Ini dinilai masyarakat Desa Wulai sebagai hal tidak wajar, sejatinya mereka menggunakan batu pecah (craser) sebagai salah satu material utama.
Menurut Kamaruddin, 47 tahun, warga Desa Wulai yang hampir setia hari lalu lalang di sekitra pembangunan jembatan katakan, bahwa memang benar mereka menggunakan batu krikil dan pasir dari sungai saat pengecoran pembuatan abutment.
“Walaupun satu satu kali, kalau mobil molen datang itu membawa campuran cor, setelah habis maka dibuatlah menggunakan pasir dan krikil dari sungai, itu sampai selesai pengecoran itu pangkal jembatan,” tandas Kamaruddin, Selasa (29/11/2022)
Kamaruddin juga jelaskan, bahwa benar material utama penggunaan batu craser untuk pembuatan abutment itu, sangat sedikit, itupun kalau ada. Karena sepanjang yang ia liat, saat pencampuran hanya pasir dan batu krikil dari sungailah yang dipakai.
“Kalau ada batu pecah untuk pengecoran itu sangat sedikit, lebih banyak krikil dan pasir yang digali dari sungai sekirat jembatan itu,” tambah Kamaruddin.
Untuk membuktikan apa yang dikatakan oleh Kamaruddin dan juga warga Desa Wulai lainnya, sejumlah wartawan lalukan penelusuran. Ternyata hasil pantaun pada badan abutment, beberapa bagian memang menampakkan batu-batu kerikil, bukan batu craser.
Selain penggunaan pasir dan kerikil lansung dari sungai untuk pembuatan abutment masyarakat juga pertanyakan, salah satu abutmen pada posisi menggantung, keliatan tidak rapat ke dasar sungai. Oleh Kades Sahabuddin, atas keheranan masyarakatnya, ia telah pertanyakan pada penyedia jasa. Dijawab, sudah begitulah spesifikasinya, tiang pancang tidak bisa lagi turun.
Secara umum, atas pertanyaan-pertanyaan masyarakatnya terkait pembangunan jembatan di Desa Wulai ini, Kades Sahabuddin katakan, bahwa memang banyak yang tidak lazim dalam praktek pembuatan, misalnya penggunaan material dalam pengecoran buat abutment. Bahkan ada tiang pancang yang dipotong. Mudahan-mudahan ini benar adanya.
“Kami sebaga pemerintah desa berharap jembatan ini dikerja sebagaimana mestinnya. Karena ini kepentingan masyarakat ke depan. Janganlah dikerja asal-asal, harus sesuai dengan spesifikasinya, agar kualitasnya juga baik, demi masyarakat di Desa Wulai,” kata Sahabuddin.
Kades Sahabuddin juga berharap, mudahan-mudahan pembangunan jembatan di Desa Wulai ini bisa selesai tepat waktu. Karena berdasarkan papan bicara, tertera waktu pelaksanaan kegiatan 285 hari, terhitung sejak 21 Maret hingga 30 Desember 2022.
Sarif warga desa wulai, pada saat dikonfirmasi terpisa menyatakan bahwa, proyek pembagunan jembatan ujung baru material yang digunakan untuk pengecoran abutment itu diduga tidak berkualitas karena kerikil bercampur tanah.
Menurut, Sarif mengatakan bahwa, saya meliat batu pecah yang digunakan hanya ada 4 kubik dan sisanya itu hampir semua material yang digunakan diambil dilokasi pekerjaan jembatan,” tutur Sarif.
Pihak penyedia jasa dalam hal ini CV Cakra Masa yang dihubungi wartawan 2 pekan yang lalu, katakan agar hubungi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Pasangkayu sebagai pihak pemberi pekerjaan.
Maka melalui Kepala Bidang Bina Marga, I Nyoman Sumerta memberi tanggaapan, bahwa pekerjaan pembangunan jembatan di Desa Wulai, sudah berjalan sebagai mana mestinya.
Menurut Sumerta progress kegiatan sudah mencapai 60 persen, tinggal pemasangan bagian atas jembatan, dan itu sudah dipesan di Jakarta oleh pihak penyedia jasa.
“Saya akan ke Jakarta mengecek kesiapan barang tersebut dari pihak pabrikasinya, mudah-mudahan selesai dengan tepat waktu,” kata Sumerta.
Terkait kualitas beton untuk abutment, pernyataan Sumerta berbeda jauh dengan penglihatan masyarakat setempat di lokasi proyek.
Kata Sumerta, pihak penyedia jasa menggunakan beton sesuai standar, kualitas betonnya sudah diuji di laboratorium yang qualified di Kota Palu, Sulawesi Tenggara.
“Kalau mereka menggunakan material dari sungai seperti pasir dan kerikil itu hanya untuk talud dan dan timbunan saja,” tandas Sumerta.
Antara apa yang dikatakan oleh I Nyoman Sumerta dan apa yang dilihat oleh masyarakat Desa Wulai serta Kades Wulai. Itu bisa diuji faktanya di Lokasi Kejadian Peristiwa (TKP).( Jamal)