Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyampaikan informasi perkembangan penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang merupakan pengembangan dari penanganan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua, serta Tindak Pidana Korupsi lainnya.
Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka, di antaranya Rijatono Lakka, selaku Direktur PT TBP (Tabi Bangun Papua), Lukas Enembe, dan GOY (Gerius One Yoman, selaku Kepala Dinas PUPR Pemprov Papua periode 2018 s.d. 2021 dan merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Berdasarkan fakta penyidikan dan kecukupan alat bukti, KPK kemudian kembali menetapkan Lukas sebagai Tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Yaitu dugaan tindak pidana pencucian uang dalam hubungannya dengan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi,” ungkap Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Senin (26/6).
Adapun dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh tersangka Lukas.
Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mengoptimalkan pengembalian dan pemulihan keuangan negara melalui asset recovery dalam TPPU, KPK melakukan penyitaan terhadap aset-aset sebagai berikut:
1) Uang senilai Rp81.628.693.000
2) Uang senilai USD5.100
3) Uang senilai SGD26.300
4) 1 (satu) Unit Apartemen di Jakarta senilai Rp2.000.000.000
5) Sebidang tanah dengan luas 1.525M2 beserta bangunan di atasnya (terdiri dari Hotel Grand Royal
Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lain) di Jayapura senilai Rp40.000.000.000
6) 1 bidang tanah herikut bangunan rumah tinggal di Jakarta senilai Rp5.380.000.000
7) Tanah seluas 682 m2 beserta bangunan di Jayapura senilai Rp682.000.000
8) Tanah seluas 862 m2 beserta bangunan diatasnya di Kota Bogor senilai
Rp4.310.000.000
9) Tanah seluas 2.199 m² beserta bangunan diatasnya di Jayapura senilai
Rp1.099.500.000
10) Tanah seluas 2.000 m² beserta bangunan diatasnya di Jayapura senilai
Rp1.000.000.000
11) 1 unit apartemen di Jakarta senilai Rp510.000.000
12) 1 unit Apartemen di Jakarta senilai Rp700.000.000
13) Rumah type 36 di Koya Barat senilai Rp184.000.000,00
14) Sertifikat Hak Milik Tanah di Koya Koso, Abepura senilai Rp47.600.000,00
15) Sertifikat Hak Milik Tanah beserta bangunan berbentuk sasak NTB
rencananya mau buka Rumah Makan di Koya Koso, Abepura senilai
Rp2.748.000.000,00
16) 2 buah emas batangan senilai Rp1.782.883.600
17) 4 keping koin emas bertuliskan Property of Mr Lukas Enembe
senilai Rp41.127.000
18) 1 buah liontin emas berbentuk Kepala Singa senilai Rp34.199.500;
19) 12 cincin emas bermata batu, dengan nilai barang masih proses penaksiran dari pihak penggadaian.
20) 1 cincin emas tidak bermata, dengan nilai barang masih proses penaksiran dari pihak penggadaian.
21) 2 cincin berwana silver emas putih, dengan nilai barang masih proses penaksiran dari pihak penggadaian.
22) Biji emas dalam 1 buah Tumbler, dengan nilai barang masih proses penaksiran dari pihak penggadaian.
23) 1 unit mobil Honda HR-V, senilai Rp385.000.000
24) 1 unit mobil Toyota Alphard, senilai Rp700.000.000
25) 1 unit mobil Toyota Raize, senilai Rp230.000.000
26) 1 unit Mobil Toyota Fortuner, senilai Rp516.400.000
27) 1 unit mobil Honda CIVIC, senilai Rp364.000.000
“Aset-aset tersebut diduga diperoleh Tersangka LE dari tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua, serta Tindak Pidana korupsi lainnya,” ujarnya.
Atas perbuatannya, Tersangka LE disangkakan melanggar pasal Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pengenaan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari predicate crime tindak pidana korupsi, menjadi salah satu upaya KPK dalam mengoptimalkan asset recovery. Sehingga penanganan kejahatan korupsi dan TPPU bisa benar-benar memberikan efek jera melalui pemiskinan pelakunya.
“Asset recovery selanjutnya akan menjadi penerimaan negara dan menjadi modal pembiayaan pembangunan nasional maupun daerah. Di mana pembangunan harus terus dilakukan secara berkelanjutan dan berkontribusi nyata bagi peningkatan ekonomi dan sosial masyarakat, termasuk Masyarakat Papua,” bebernya.