Pasangkayu– Lelaki Lafris, pria gaek dengan fisik yang masih kuat ini terus bercakap miris tentang ikan-ikannya yang terus mati di tambak miliknya. Hal ini dialami pula oleh para petambak ikan tawar lainnya di Dusun Kareo, Desa Kasano, Kecamatan Baras, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar). Bahkan kini, Sabtu (23/10/2022),
ikan terus mati massal di tambak-tambak milik para petambak ini. Bahkan bila ini dibiarkan berlarut bukan tidak mungkin, ratusan hektar tambak air tawar ini bakal gagal panen.
Kepada Yani Pepi dari Komisi Satu DPRD Kabupaten Pasangkayu, Lafris ceritakan bagaimana ikan-ikan mereka mati dan terus mati secara massal, itu berawal sejak Rabu Rabu (05/10/2022). Bahkan masalah ini sudah diketahui oleh pihak terkait dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pasangkayu.
Juga Kepala Dinasnya, Kartini SH. M.P.W.P, melihat kondisi ini katakan sangat prihatin, dengan apa yang dialami petani tambak di Desa Kasano.
Berdasar informasi masyarakat, mereka menduga matinya ikan-ikan itu terkontaminasi dari limbah dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang diduga mencemari air sungai Sungai Majene dimana menjadi sumber air tambak mereka. Karena itu DKP Pasangkayu akan mengambil sampel air sungai, untuk dites di laboratorium Mamuju, apakah itu positif limbah pabrik penyebab ikan mati atau bukan. “Itu janji Kadis Perikanan,” kata Lafris.
Atas bincang dengan Lafris dan sejumlah petambak di Dusun Kareo ini, Yani katakan, sebagai Ketua Komisi Satu akan berkoordinasi dengan komisi lainya agar sesegera mungkin dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai problem yang dialami masyarakat petambak ini. “Tentunya dengan megundang pula instansi terkait, jika dibutuhkan, ahli yang paham dalam hal ini, DPRD akan hadirkan. Ini agar sumber masalahnya lebih transparan. Kemudian terkait dengan permasalahan pencemaran tersebut kalau memant disinyalir betul adanya, harus ada data peimbang dengan melakukan uji lab juga,” papar Yani.
Kata Yani pula, pada kesimpulanya apa yang menjadi problem para petambak di Dusun Kareo, Desa Kasano itu, pemerintah harus tanggung jawab dan memberikan solusi terkait persoalan ini. Jika ikan yang mati massal itu bukan dari limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) , berarti ada sebab lain, pemerintah harus jawab dan mencarikan solusinya.
Lebih jauh Yani beberkan, terkait dampak akibat limbah PKS, oleh masyarakat petambak disinyalir cemari sungai dimana jadi sumber pengairan tambak, lalu penyebab ikan-kan pada mati. Kemudian telah ada hasil laboratorium, nyatakan, tidak ada pencemaran terhadap sungai maka hal-hal perlu menjadi perhatian.
Laboratoriumnya yang lakukan pengujuan sudah terakreditasi. Itu ditandai juga dengan adanya logo Komite Akrdetiasi Nasinal (KAN) pada hasil laboratorium tersebut.
“Hal lain yang juga sangat penting adalah klasifikasi sungainya, masuk kelas berapa. Kalau belum ditetapkan kelasnya, maka yang dilihat adalah baku mutu kelas berapa mau dipake. Kemudian sampelnya diambil dimna, titik koordinatnya mana, siapa petugas pengambilan sampel.
Apakah petugasnya berkompeten.
Wadah yang digunakan untuk sampel apakah suda sesuai dengan SNI. Kemudian bahan pengawet yang digunakan apakah sudah sesuai dengan parameter yang diuji,” papar Yani.
Yani juga tekankan pentingnya, apakah dalam hasil lab tersebut sudah terdapat parameter pengujian minyak Lemak, karena di lokasi yang diuji dugaan adanya penecmaran adalah PKS. “Dari hasil uji, apakah pihak Lingkungan Hidup yakin tadak ada paramter pencemaran. Ini tentunya diuuka dokumentasi Upaya Pengelelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan atau UKL-UPL, Bandingkan dengan hasil uji yang ada.”
Akhirnya Tani tegaskan, bila ada perusahaan pengolah sawit tidak memilik dukumen lingkungan, sepertik UKP-UPL dan SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan).
Lalu beroperasi, bahwa terindikasi mencemari sungai dan menyebabkan kerugia bagi masyarakat. Itu pabriknya harus ditutup. Itu sesuai dengan UU 32 2009 dan UU Cipta Kerja.(Jamal)